SISWA PANSA MEMINANG CINTA LELUHUR & PEJUANG KITA KUNJUNGAN SEJARAH FORUM ANAK KE WATU GILANG DAN MAKAM TAMBALAN DENGAN BERSEPEDA ...
SISWA PANSA MEMINANG CINTA LELUHUR & PEJUANG KITA
KUNJUNGAN SEJARAH FORUM ANAK KE WATU GILANG DAN MAKAM TAMBALAN DENGAN BERSEPEDA
Bangsa yang besar senantiasa mengenang perjuangan para pendahulu, para pejuang bangsa. Cinta tanah air sebagian dari iman. Yang jelas sebagai warga Indonesia yang baik selalu mengamalkan sila Pancaila, salah satunya cinta tanah air dan bangsa. Kapanewon Pandak mengapresiasi perjuangan para pendahulu dengan menanamkan karakter cinta tanah air yang dilakukan dengan program Kunjungan Sejarah Forum Anak ke Watu Gilang dan Makam Tambalan. Kegiatan tersebut sangat sinkron dengan program pembentukan profil pelajar Pancasila khususnya poin kedua yaitu berkebhiniekaan global. Dalam hal ini pelajar harus memiliki wawasan kebhinekaan global yang salah satunya mengenal dan menghargai budaya. Budaya sebagai hasil budidaya manusia mencakup peninggalan sejarah seperti Makam Tambalan dan Watu Gilang.
Kapanewon
Pandak mengadakan kegiatan Kunjungan Sejarah Forum Anak ke Watu Gilang dan
Makam Tambalan. Kegiatan diikuti o;eh siswa-siswi dari empat sekolah menengah
pertama di Kapanewon Pandak, yaitu SMP 1 Pandak, SMP 2 Pandak, SMP 3 Pandak,
dan SMP 4 Pandak. Masing-masing sekolah mengirimkan sepuluh siswa dengan satu
guru pendamping.
Sesuai
jadwal dalam undangan, peserta hadir di Pendopo Kapanewon Pandak pukul 08.30 dengan
mengendarai sepeda. Adapun perwakilan
dari SMP 1 Pandak ( Pansa) meliputi Zhafran Rasya Ardana, Maga Arya Pratama,
Lakaisa Azzam H.F., Adis Nur Ihsan R., Erli Pudrli Pudyawati, M Wira Manggala,
Mahesti Fanesa M., Nayoko Adibroto, Febrianti
Rarasati, Az Zahra Faiza Putri,
dan Hariyono, S.Pd selaku pendamping.
Setelah peserta berkumpul, mereka
diberikan pengarahan dan dibuka dengan berdoa.
Kunjungan dilakukan diawali dengan berkunjung ke Makam Tambalan terlebih
dahulu. Makam Tambalan terletak di dusun Tambalan Kauman, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak,
Kabupaten Bantul, DIY. Seperti namanya, situs yang menempati tanah milik Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat (sultan ground) seluas 6700 m² ini terletak di
atas pegunungan/bukit kecil bernama Gunung Tambalan. Bagian bawah situs
dikelilingi oleh permukiman penduduk serta area persawahan yang membentang
luas, menjadikan Gunung Tambalan terlihat indah dan menawan dari kejauhan.
Sesampai di sana peserta
kunjungan memasuki Makam Tambalan sesuai aturan yang disampaikan juru kunci, dan
tetap prokes. Juru kunci yaitu Mbah Jadi
mendampingi pengunjung menikmati suasana
makam dan mendengarkan penjelasan juru kunci mengenai asal mula Gunung
Tambalan. Gunung Tambalan disebut juga miniature Gunung Merapi menurut salah
satu versi cerita. Versi cerita yang
lain misalnya Penamaan
Tambalan diambil dari sosok bernama Kyai Tambal. Ia merupakan abdi dalem
kesayangan yang membantu perjuangan Pangeran Puger dalam mempertahankan Keraton
Plered dari Pemberontakan Trunajaya (1677). Atas jasanya itu, Kyai Tambal
diangkat menjadi penghulu kerajaan dan setelah wafat dimakamkan di bukit yang
kemudian dinamakan Tambalan. Pangeran Puger sendiri memiliki nama asli Raden
Mas Darajat. Ia adalah putra Amangkurat I, raja terakhir Mataram, dari
permaisuri kedua yaitu Kanjeng Ratu Wetan. Kelak pada tahun 1704 Pangeran Puger
naik tahta menjadi Raja Kasunanan Kartasura dan bergelar Sri Susuhunan Paku
Buwana I.Pengunjung termasuk siswa Pansa antusias mendengarkan cerita tersebut.
Acara diakhiri dengan berdoa untuk mendoakan para leluhur yang telah wafat
termasuk almarhum bupati kedua Bantul yaitu,
Raden Tumenggung Jayadiningrat.
Setelah selesai rombongan
melanjutkan kunjungan ke Watu Gilang. Watu Gilang sebagai salah satu situs
sejarah di Bantul, tepatnya terletak di Dusun Kauman, Desa
Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Bantul, Yogyakarta. Rombongan sampai di lokasi
dan disambut dengan baik oleh Juru Kunci. Juru Kunci menerangkan silsilah situs
Watu Gilang. Menurut Beliau Watu gilang adalah peninggalan Danang Sutawijaya
yang tak lain adalah raja pertama Mataram Islam. Berupa batu besar layaknya
sajadah, dimana Danang Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan yang tak lain adalah
gurunya menggunakan batu ini untuk ibadah.
Rombongan
pengunjung antusias mendengarkan sejarah Watu Gilang. Setelah itu mereka kemudian mendapatkan kuis. Salah satu
kuis berupa pertanyaan tentang siapa yang meninggalkan bagunan sejarah Watu Gilang. Para siswa menjawab dengan antusias termasuk
siswa Pansa. Seperti di Makam Tambalan kegiatan kunjungan di Watu Gilang
diakhiri dengan doa bersama untuk leluhur dan keselamatan bersama, bangsa
Indonesia jaya.
Itulah
serangkaian kunjungan sejarah yang mampu menimbulkan perasaan cinta, di
hati pelajar Pansa pada leluhur kita. Bapak Hariyono berharap semoga kunjungan bermakna tersebut mampu meningkatkan kualiatas profil pelajar
Pancasila di lingkup pelajar Kapanewon Pandak pada umumnya dan pelajar Pansa
khususnya terhadap peninggalan sejarah serta budaya bangsa. Semoga generasi
muda senantiasa handarbeni, mengapresiasi peninggalan sejarah
dan budaya bangsa sehingga tetap lestari sepanjang hari.
COMMENTS